Sabtu, Oktober 15, 2011

Seni Cokekan

Kesenian Jawa yang benama cokekan sudah diambang kepunahan, pada era tahun 1960  s/d tahun 1970-an kehidupan pasar tradisional masih menjadi vaporit masyarakat Indonesia  ada jenis kesenian tradisional cokekan yang mengamen di pasar. Pasar tradisional hidupnya hanya pada hari-hari tertentu mengikuti hari pasaran yang terdiri dari : Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing.

Komuditas yang diperdagangkanpun terdiri dari hasil pertanian, hasil perkebunan, hasil peternakan dan barang
kelontong yang meliputi kebutuhan primer maupun sekunder masyarakat pada masa itu.

Kesenian  cokekan, yang personelnya terdiri dari dua orang penabuh instrument musik dan seorang pesinden tetapi adakalanya hanya terdiri dua orang ( pesinden merangkap memainkan kecapai). Instrumen musiknya terdiri dari gendang, gong yang terbuat dari bambu dan satu unit kecapi. Lagu-lagu/ gending yang dibawakan terdiri dari gending-gending yang sedang populer pada masa itu. Melihat peralatan instrumennya masih sangat sederhana karena  belum ada yang  menggunakan sound system seperti para pengamen masa kini, namun demikian tidak mengurangi kenikmatan bagi para pendengarnya.

Pelaku seni cokekan saat ini bisa dihitung dengan jari tangan, mereka berkarya seni sebetulnya bukan karena hanya telah memiliki dan mencintai seni cokekan akan tetapi juga karena tuntutan ekonomi agar supaya asap dapurnya tetap ngebul.

Kalau dilihat dari usia para pelaku seni cokekan sudah tidak muda lagi mungkin juga tidak ada generasi penerusnya dikawatirkan seni tersebut bisa punah. Dalam hal ini perlu adanya campur tangan dari pemerintah khususnya instansi terkait agar supaya kesenian di negeri tidak  punah.
(Sutaryo).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar